JAKARTA, KOMPAS.com — Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
relatif tinggi, terutama di daerah-daerah tertentu, membuat aksi penipuan
investasi atau investasi ilegal meningkat. Pelaku kejahatan menyadari di daerah
itu lahir banyak orang kaya baru yang biasanya bingung menginvestasikan
uangnya.
Banyak kasus penipuan investasi
ditemukan di daerah-daerah yang perekonomiannya berkembang baik. ”Kasus seperti
pada Raihan Jewellery dan Global Traders Indonesia Syariah (GTIS) banyak
terjadi di Surabaya, Jakarta, Medan, dan beberapa kota besar yang secara
ekonomi tumbuh produktif,” ujar Kepala Badan Pengawas Perdagangan Berjangka
Komoditi (Bappebti) Syahrul R Sempurnajaya, di Jakarta, pekan lalu.
Kasus investasi ini terungkap pekan
lalu, saat empat nasabah Raihan Jewellery di Surabaya melaporkan pemilik
perusahaan itu kepada polisi atas dugaan penipuan. Salah satu pelapor
berinisial AML (46) mengaku rugi hingga Rp 850 juta. Dia pada Juli 2012
menginvestasikan Rp 1,8 miliar untuk membeli 2,7 kilogram emas batangan.
AML dijanjikan hasil 2,5 persen per
bulan dan modalnya akan dikembalikan dalam tempo enam bulan. Namun, sejak
Desember 2012, imbal hasil tak dibayar lagi. Raihan Jewellery diperkirakan
menghimpun Rp 13,2 triliun dana nasabah untuk total 2,2 ton emas.
Menurut Syahrul, sepertinya pelaku
sudah memetakan daerah sasaran, yang mereka anggap potensial. ”Perputaran uang
dalam investasi bodong atau ilegal cukup besar meski kami belum pernah menghitungnya,”
katanya.
Seperti diungkapkan di media,
sedikitnya dana masyarakat yang dijebak dalam investasi ini mencapai Rp 45
triliun. Dana investasi ini antara lain berupa investasi emas, valuta asing,
dan agrobisnis.
Menurut Syahrul, banyaknya warga kelas menengah di daerah dengan ekonomi produktif seharusnya dihiraukan oleh lembaga investasi, baik perbankan maupun non-bank. ”Kalau tidak dihiraukan, akhirnya ini dibidik oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan kedok lembaga investasi resmi, dengan iming-iming imbal hasil yang menggiurkan,” paparnya.
Pengamat ekonomi, Bustanul Arifin, yang dihubungi kemarin, juga mengakui ada potensi dana besar di masyarakat. Ia sepakat dengan dugaan asal-usul dana besar itu salah satunya dari hasil pertambangan batu bara. Dana dari perkebunan kelapa sawit juga mungkin ada, tetapi jumlahnya lebih kecil. Ia lebih mencatat ada kemungkinan dana dari transaksi jual beli yang tidak tercatat.
”Jika ingin menghitung transaksi yang tercatat, lihat dari potensi penerimaan pajak. Jika seharusnya besar, tapi ternyata kecil, maka di situ ada transaksi tidak tercatat. Dari sini kemudian bisa muncul transaksi ilegal. Jalan keluarnya, mereka masuk ke pemburu rente dan juga investasi ilegal,” katanya.
Menurut Syahrul, banyaknya warga kelas menengah di daerah dengan ekonomi produktif seharusnya dihiraukan oleh lembaga investasi, baik perbankan maupun non-bank. ”Kalau tidak dihiraukan, akhirnya ini dibidik oleh orang-orang tidak bertanggung jawab dengan kedok lembaga investasi resmi, dengan iming-iming imbal hasil yang menggiurkan,” paparnya.
Pengamat ekonomi, Bustanul Arifin, yang dihubungi kemarin, juga mengakui ada potensi dana besar di masyarakat. Ia sepakat dengan dugaan asal-usul dana besar itu salah satunya dari hasil pertambangan batu bara. Dana dari perkebunan kelapa sawit juga mungkin ada, tetapi jumlahnya lebih kecil. Ia lebih mencatat ada kemungkinan dana dari transaksi jual beli yang tidak tercatat.
”Jika ingin menghitung transaksi yang tercatat, lihat dari potensi penerimaan pajak. Jika seharusnya besar, tapi ternyata kecil, maka di situ ada transaksi tidak tercatat. Dari sini kemudian bisa muncul transaksi ilegal. Jalan keluarnya, mereka masuk ke pemburu rente dan juga investasi ilegal,” katanya.
Untuk itu, ujar Bustanul, pemerintah
harus memikirkan jalan keluar investasi yang legal dengan memberikan kepastian
hukum dan informasi investasi yang memadai.
Menurut ekonom Bank Mandiri, Destry
Damayanti, susah untuk memperoleh angka pasti dana masyarakat yang beredar dan
menunggu diinvestasikan. Namun, likuiditas yang berlimpah tercermin dari
pertumbuhan investasi di luar dana pihak ketiga, yaitu dalam bentuk reksa dana,
obligasi, atau saham. ”Juga yang masuk dalam investasi bodong yang saat ini menjadi
masalah,” kata Destry.
Secara teoretis, pendapatan
digunakan untuk konsumsi dan simpanan. Saat ini, potensi simpanan (tabungan
bank) sekitar 54 persen. Padahal, beberapa tahun sebelumnya 60 persen. ”Inilah
potensi simpanan di masyarakat,” kata Destry.
Modal surat izin
Syahrul menambahkan, penipuan
investasi dilakukan perusahaan dengan hanya bermodalkan surat izin usaha
perdagangan atau berbadan hukum koperasi. Mereka menjaring dana masyarakat
lewat berbagai cara. Ada yang melalui sistem agen, atau ada yang secara daring
(online) melalui internet.
”Untuk online biasanya berupa online trading forex. Kami sudah minta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir situs-situs penawaran investasi yang tidak jelas. Online trading tersebut sebagian besar berasal dari luar negeri,” ujarnya.
Syahrul menjelaskan, model Raihan Jewellery dan GTIS menjadi evolusi terbaru. Mereka tawarkan penjualan emas dengan harga lebih tinggi daripada harga emas, tetapi ditambah dengan bonus tetap bulanan yang nilainya menggiurkan. Di GTIS, misalnya, dengan membeli emas 100 gram seharga Rp 71,8 juta, peserta akan mendapatkan bonus bulanan Rp 1,436 juta per bulan. Ada juga model pembelian mobil dengan menambahkan modal 25-50 persen dari harga mobil. Angsuran leasing dibayar oleh pihak perusahaan dan setelah lunas modal kembali 100 persen.
Online trading biasanya dilakukan melalui transaksi elektronik. Setelah dana nasabah terjaring banyak, situs pengelola investasi biasanya tidak bisa diakses lagi dan uang nasabah tidak terlacak lagi. Potensi perputaran uang, baik berupa kontrak emas maupun forex melalui situs web asing, ditaksir Bappebti mencapai Rp 500 miliar.
”Untuk online biasanya berupa online trading forex. Kami sudah minta Kementerian Komunikasi dan Informatika untuk memblokir situs-situs penawaran investasi yang tidak jelas. Online trading tersebut sebagian besar berasal dari luar negeri,” ujarnya.
Syahrul menjelaskan, model Raihan Jewellery dan GTIS menjadi evolusi terbaru. Mereka tawarkan penjualan emas dengan harga lebih tinggi daripada harga emas, tetapi ditambah dengan bonus tetap bulanan yang nilainya menggiurkan. Di GTIS, misalnya, dengan membeli emas 100 gram seharga Rp 71,8 juta, peserta akan mendapatkan bonus bulanan Rp 1,436 juta per bulan. Ada juga model pembelian mobil dengan menambahkan modal 25-50 persen dari harga mobil. Angsuran leasing dibayar oleh pihak perusahaan dan setelah lunas modal kembali 100 persen.
Online trading biasanya dilakukan melalui transaksi elektronik. Setelah dana nasabah terjaring banyak, situs pengelola investasi biasanya tidak bisa diakses lagi dan uang nasabah tidak terlacak lagi. Potensi perputaran uang, baik berupa kontrak emas maupun forex melalui situs web asing, ditaksir Bappebti mencapai Rp 500 miliar.
Modus lainnya adalah penawaran lewat
kegiatan trading academy. Kegiatan promosi dikemas dalam bentuk kursus trading.
”Banyak selebaran dan iklan yang menawarkan trading academy. Kegiatannya
dikemas semacam kursus yang berminat pada bisnis trading, tetapi
ujung-ujungnya adalah penawaran investasi yang tidak masuk akal,” papar
Syahrul.
Syahrul menambahkan, salah satu
pilihan investasi adalah kontrak berjangka komoditas. Ada 16 pialang dan 15
pedagang di bursa berjangka komoditas. Kontrak berjangka menawarkan margin
dengan nilai bergantung pada kejelian dan analisis investor. Perputaran uang
dalam kontrak berjangka per tahun mencapai 7,87 triliun dollar AS.
Menurut Direktur Utama Bursa
Berjangka Jakarta Bihar Sakti Wibowo, kasus investasi bodong sebenarnya sudah
sering terjadi. Sudah banyak warga yang menjadi korban. Namun, warga tidak
pernah mau belajar dari pengalaman tersebut. Kasus penipuan investasi masih
saja terjadi karena iming-iming imbal hasil yang menggiurkan.
Pengamat pasar modal, Adler
Manurung, di Jakarta, menegaskan, tidak ada yang bisa memastikan tingkat
pengembalian dalam hal investasi kecuali dalam bentuk simpanan di bank. Jaminan
yang dapat diberikan kepada investor adalah reputasi dan itikad baik lembaga
penawar investasi.
”Investasi mempunyai konsep yakni investor harus menanggung risiko. Tingkat pengembalian tinggi bila ada lembaga yang menjaminnya, sehingga reputasi dan itikad baik lembaga tersebut dijadikan sebagai jaminan,” kata Adler, berkaitan dengan terungkapnya investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi hingga 5 persen per bulan, tetapi ujung-ujungnya bermasalah dan disinyalir sebagai investasi bodong.
”Investasi mempunyai konsep yakni investor harus menanggung risiko. Tingkat pengembalian tinggi bila ada lembaga yang menjaminnya, sehingga reputasi dan itikad baik lembaga tersebut dijadikan sebagai jaminan,” kata Adler, berkaitan dengan terungkapnya investasi yang menawarkan imbal hasil tinggi hingga 5 persen per bulan, tetapi ujung-ujungnya bermasalah dan disinyalir sebagai investasi bodong.
Adler mengatakan, investor harus
selalu berhati-hati melakukan investasi. Jika ingin berinvestasi dengan tingkat
pengembalian tinggi, investor harus mau menanggung risiko tinggi. ”Biasanya ada
tempatnya, yaitu bursa, baik bursa saham maupun komoditas, bursa ini diatur
melalui peraturan pemerintah,” ujar Adler.
sumber : kompas.com
analisis :
Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia
yang relative tinggi, tidak diiringi dengan pengetahuan akan investasi yang
baik sehingga menyebabkan aksi penipuan investasi illegal semakin menjadi-jadi.
Contoh kasus realnya adalah empat nasabah
Raihan Jewellery di Surabaya yang melaporkan pemilik perusahaan tersebut kepada
polisi atas dugaan penipuan. Pelapor berinisial AML (46) mengaku rugi hingga Rp
850 juta. Dia pada Juli 2012 menginvestasikan Rp 1,8 miliar untuk membeli 2,7
kilogram emas batangan.
Berdasarkan kasus ini pemerintah harus
memikirkan jalan keluar investasi yang legal dengan memberikan kepastian hukum
dan informasi investasi yang memadai, selain itu para investor juga harus berhati-hati
dalam berinvestasi. Hindari perusahaan dengan hanya bermodalkan surat izin
usaha perdagangan atau berbadan hukum koperasi, baik yang melalui sistem agen,
atau ada yang secara daring (online) melalui internet dan jangan mudah tergiur oleh return tinggi yang ditawarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar