Perkembangan Standar Audit
a. Pengertian Standar Audit
Standar Profesional
Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar
teknis yang merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di
Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik
Institut Akuntan Publik Indonesia (DSPAP IAPI).
Standar Profesional
Akuntan Publik (SPAP) adalah merupakan hasil pengembangan berkelanjutan standar
profesional akuntan publik yang dimulai sejak tahun 1973. Pada tahap awal
perkembangannya, standar ini disusun oleh suatu komite dalam organisasi Ikatan
Akuntan Indonesia (IAI) yang diberi nama Komite Norma Pemeriksaan Akuntan.
Standar yang dihasilkan
oleh komite tersebut diberi nama Norma Pemeriksaan Akuntan. Sebagaimana
tercermin dari nama yang diberikan, standar yang dikembangkan pada saat itu
lebih berfokus ke jasa audit atas laporan keuangan historis. Perubahan pesat
yang terjadi di lingkungan bisnis di awal dekade tahun sembilan puluhan
kemudian menuntut profesi akuntan publik untuk meningkatkan mutu jasa audit atas
laporan keuangan historis, jasa atestasi, dan jasa akuntansi dan review. Di
samping itu, tuntutan kebutuhan untuk menjadikan organisasi profesi akuntan
publik lebih mandiri dalam mengelola mutu jasa yang dihasilkan bagi masyarakat
juga terus meningkat. Respon profesi akuntan publik terhadap berbagai tuntutan
tersebut diwujudkan dalam dua keputusan penting yang dibuat oleh IAI pada
pertengahan tahun 1994 : (1) perubahan nama dari Komite Norma Pemeriksaan
Akuntan ke Dewan Standar Profesional Akuntan Publik dan (2) perubahan nama
standar yang dihasilkan dari Norma Pemeriksaan Akuntan ke Standar Profesional
Akuntan Publik.
SPAP merupakan
kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis dan aturan etika. Pernyataan
standar teknis yang dikodifikasi dalam buku SPAP ini terdiri dari :
1. Pernyataan Standar Auditing
2. Pernyataan Standar Atestasi
3. Pernyataan Jasa Akuntansi dan Review
4. Pernyataan Jasa Konsultansi
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
Sedangkan aturan etika
yang dicantumkan dalam SPAP adalah Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
dinyatakan berlaku oleh Kompartemen Akuntan Publik sejak bulan Mei 2000.
Standar Auditing Standar auditing merupakan panduan audit atas laporan keuangan
historis. Standar auditing terdiri dari 10 standar dan dirinci dalam bentuk
Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian, PSA merupakan penjabaran
lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum dalam standar auditing. PSA
berisi ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus diikuti oleh akuntan
publik dalam melaksanakan perikatan audit. Termasuk dalam PSA adalah
Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA), yang merupakan interpretasi
resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan
oleh Dewan dalam PSA. Standar Atestasi Standar atestasi memberikan rerangka
untuk fungsi atestasi bagi jasa akuntan publik yang mencakup tingkat keyakinan
tertinggi yang diberikan dalam jasa audit atas laporan keuangan historis,
pemeriksaan atas laporan keuangan prospektif, serta tipe perikatan atestasi
lain yang memberikan keyakinan yang lebih rendah (review, pemeriksaan, dan
prosedur yang disepakati).
Standar atestasi
terdiri dari 11 standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Atestasi
(PSAT). PSAT merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang
terdapat dalam standar atestasi. Termasuk dalam PSAT adalah Interpretasi
Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT), yang merupakan interpretasi resmi yang
dikeluarkan oleh Dewan terhadap ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan
dalam PSAT.
Standar Jasa Akuntansi
dan Review memberikan rerangka untuk fungsi nonatestasi bagi jasa akuntan
publik yang mencakup jasa akuntansi dan review. Standar jasa akuntansi dan
review dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review
(PSAR). Termasuk di dalam Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review adalah
Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan Review (IPSAR), yang
merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh Dewan terhadap
ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh Dewan dalam PSAR.
Standar Jasa
Konsultansi memberikan panduan bagi praktisi yang menyediakan jasa konsultansi
bagi kliennya melalui kantor akuntan publik. Jasa konsultansi pada hakikatnya
berbeda dari jasa atestasi akuntan publik terhadap asersi pihak ketiga. Dalam
jasa atestasi, para praktisi menyajikan suatu kesimpulan mengenai keandalan
suatu asersi tertulis yang menjadi tanggung jawab pihak lain, yaitu pembuat
asersi (asserter). Dalam jasa konsultansi, para praktisi menyajikan temuan,
kesimpulan, dan rekomendasi. Sifat dan lingkup pekerjaan jasa konsultansi
ditentukan oleh perjanjian antara praktisi dengan kliennya. Umumnya, pekerjaan
jasa konsultansi dilaksanakan untuk kepentingan klien. Standar Pengendalian
Mutu Standar pengendalian mutu memberikan panduan bagi kantor akuntan publik di
dalam melaksanakan pengendalian kualitas jasa yang dihasilkan oleh kantornya
dengan mematuhi berbagai standar yang diterbitkan oleh Dewan Standar
Profesional Akuntan Publik dan Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik yang
diterbitkan oleh Kompartemen Akuntan Publik, Ikatan Akuntan Indonesia.
Dalam perikatan jasa
profesional, kantor akuntan publik bertanggung jawab untuk mematuhi berbagai
standar relevan yang telah diterbitkan oleh Dewan dan Kompartemen Akuntan
Publik. Dalam pemenuhan tanggung jawab tersebut, kantor akuntan publik wajib
mempertimbangkan integritas stafnya dalam menentukan hubungan profesionalnya;
bahwa kantor akuntan publik dan para stafnya akan independen terhadap kliennya
sebagaimana diatur oleh Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik dan bahwa staf
kantor akuntan publik kompeten, profesional, dan objektif serta akan
menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama (due profesional
care). Oleh karena itu, kantor akuntan publik harus memiliki sistim
pengendalian mutu untuk memberikan keyakinan memadai tentang kesesuaian
perikatan profesionalnya dengan berbagai standar dan aturan relevan yang
berlaku.
Standar auditing
merupakan suatu panduan audit atas laporan keuangan historis. Didalamnya
terdapat 10 standar yang secara rinci dalam bentuk pernyataan standar auditing
(PSA). PSA ini berisi tentang ketentuan-ketentuan dan panduan utama yang harus
diikuti oleh akuntan publik dalam melaksanakan perikatan audit. Audit atas laporan
keuangan historis merupakan jasa tradisional yang disediakan oleh profesi
akuntan publik kepada masyarakat. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya
bahwa didalam standar auditing ini terdapat 10 standar auditing yang terbagi
menjadi standar umum, standar pekerjaan lapangan dan standar pelaporan. Standar
auditing berbeda dengan prosedur auditing yang mana berkaitan dengan tindakan
yang harus dilaksanakan, sedangkan standar berkaitan dengan suatu kriteria
ukuran mutu kinerja tindakan tersebut. Berikut akan dipaparkan tentang standar
auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
1. Standar Umum
Audit harus
dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan
teknis yang cukup sebagai auditor. Dalam melaksanakan audit untuk sampai pada
suatu pernyataan pendapat, auditor harus senatiasa bertindak sebagai seorang
ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Setiap auditor independen yang
menjadi penanggungjawab suatu perikatan harus menilai dengan baik kedua
persyaratan tentang pendidikan formal auditor independen dan pengalaman
profesioanl di dalam menentukan luasnya supervisi dan review terhadap hasil
kerja para asistennya.
Dalam semua hal yang
berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus
dipertahankan oleh auditor. Standar ini mengharuskan auditor bersikap
independen dimana tidak mudah dipengaruhi oleh karena dalam melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum. Dengan begitu tidak ada istilahnya memihak
kepada kepentingan pihak-pihak tertentu. Auditor mengakui kewajiban untuk jujur
tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan namun juga kepada kreditur
dan pihak-pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas laporan auditor
independen. Kepercayaan masyarakat umum dirasa sangat penting mengingat jika
kepercayaan masyarakat menurun maka ada indikasi pemikiran tentang
ketidakindependensi auditor tersebut. Untuk diakui oleh pihak lain sebagai
orang yang indipenden maka ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap
kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya. Untuk
menekankan independensi auditor dari manajemen maka penunjukan auditor di
banyak perusahaan dilaksanakan oleh dewan komisaris, rapat umum pemegang saham
atau komite audit.
Dalam melaksanaan aufit
dan penyusunan laporannya, auditor wajib mengggunakan kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama. Penggunaan kemahiran profesioanl dengan cemat dan
seksama menyangkut apa yang dikerjakan auditor dan bagaimana kesempurnaan
pekerjaan tersebut. Seorang auditor harus memiliki tingkat ketrampilan yang
umumnya dimilik oleh auditor pada umumnya dan harus menggunakan ketrampilan
tersebut dengan kecermatan dan keseksamaan wajar. Hal ini menuntut auditor
untuk melaksanakan skeptisme profesional dimana sikap yang mencakup pikiran
yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secar kritis bukti audit.
2. Standar Pekerjaan Lapangan
Pekerjaan harus
direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan
semestinya”. Sebelum menerima perikatan auditor harus yakin apakah kondisi
dimana perikatan pada saat mendekati atau setelah tanggal neraca dapat
memungkinkan auditor untuk melaksanakan audit secara memadai dan memberi
pendapat wajar tanpa pengecualian. Jika kondisi tersebut tidak memungkinkan
auditor untuk melakukan audit secar memadai dan untuk memberikan pendapat wajar
tanpa pengecualian maka ia harus membahas dengan klien tentang kemungkinan
dalam memberikan pendapat wajar dengan pengecualian atau tidak memberikan
pendapat.
Pemahaman memadai atas
pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan
sifat, saat dan lingkup pengujian yang akan dilakukan”. Pengendalian interen
adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan
personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang
pencapaian tiga golongan tujuan yang terbagi menjadi keandalan pelaporan
keuanagn, eektivitas dan efisiensi operasi, dan kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku.
Bukti audit kompeten yang
cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan
konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit. Bukti audit sangat bervarisasi pengaruhnya terhadap
kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan
pendapat atas laporan keuangan auditan. Relevansi, objektivitas, ketepatan
waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya
berpengaruh terhadap kompetensi bukti. Audit yang dilakukan oleh auditor
independen bertujuan untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk
dipakai sebagai dasar memadai dalam merumuskan pendapatnya. Auditor independen
lebih mengandalkan buktu yang bersifat mengarahkan daripada bukti yang bersifat
meyakinkan.
3. Standar Pelaporan
Laporan auditor harus
menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Istilah prisnsip akuntansi yang
berlaku umum adalah padanan kata dari frasa generally accepted accounting
principle dimana suatu istilah teknis akuntansi yang mencakup konvensi, aturan,
dan prosedur yang diperlukan untuk membatasi praktik akuntansi yang berlaku
umum di wilayah tertentu pada saat tertentu. Untuk laporan keuangan yang didistribusikan
kepada umum di Indonesia harus disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
Laporan auditor harus
menunjukkan atau menyatakan jika ada ketidakkonsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan perode berjalan dibandingkan dengan
penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Tujuan standar
konsistensi adalah untuk memeberikan jaminan bahwa jika daya banding laporan
keuangan diantara dua periode dipengaruhi secara material oleh perubahan
prinsip akuntansi maka auditor akan mengungkapakn perubahan tersebut dalam
laporannya. Perubahan dalam prinsip akuntansi yang mempunyai pengaruh material
atas laporan keuangan memerlukan penjelasan dalam, laporan auditor independen
dengan cara menambahkan paragraf penjelas yang disajikan setelah paragraf
pendapat.
Pengungkapan infomatif
dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam
lapran auditor”. Auditor harus memeprtimbangkan apakah masih terdapat hal-hal
tertentu yang harus diungkapkan sehubungan dengan keadaan dan fakta yang
diketahui pada saat audit. Bila majemen menghilangkan dari laporan keuangan,
informasi yang seharusnya diungkapkan sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia termasuk catatan atas laporan keuangan, auditor harus
memberikan pendapat wajardengan pengecualian atau pendapat tidakl wajar karena
alasan tersebut dan harus memberikan informasi yang cukup dalam laporannya.
Laporan auditor harus
memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan
atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika
pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada dan tingkat tanggungjawab yang dipikul oleh
auditor.
b. Perkembangan Standar Audit
Tahun 1972, pertama
kalinya ikatan Akuntan Indonesia berhasil menerbitkan Norma Pemeriksaan
Akuntan, yang disahkan dalam Kongres ke III Ikatan Akuntan Indonesia. Norma
Pemeriksaan Akuntan tersebut mencakup tanggung jawab akuntan publik,
unsur-unsur norma pemeriksaan akuntan yang antara lain meliputi: pengkajian dan
penilaian pengendalian intern, bahan pembuktian dan penjelasan informatif,
serta pembahasan mengenai peristiwa kemudian, laporan khusus dari berkas
pemeriksaan. Pada Kongres IV Ikatan Akuntan Indonesia tanggal 25-26 Oktober
1982, Komisi Norma Pemeriksaan Akuntan mengusulkan agar segera dilakukan
penyempurnaan atas buku Norma Pemeriksaan Akuntan yang lama, dan melengkapinya
dengan serangkaian suplemen yang merupakan penjabaran lebih lanjut norma tersebut.
Untuk melaksanakan tugas tersebut, telah dibentuk Komite Norma Pemeriksaan
Akuntan yang baru untuk periode kepengurusan 1982-1986, yang anggotanya berasal
dari unsur-unsur akuntan pendidik, akuntan publik dan akuntan pemerintah.
Komite ini telah menyelesaikan konsep Norma Pemeriksaan Akuntan yang
disempurnakan pada tanggal 11 Maret 1984. Pada tanggal 19 April 1986, Norma
Pemeriksaan Akuntan yang telah diteliti dan disempurnakan oleh Tim Pengesahan,
disahkan oleh Pengurus Pusat Ikatan Akuntan Indonesia sebagai norma pemeriksaan
yang berlaku efektif selambat-lambatnya untuk penugasan pemeriksaan atas
laporan keuangan yang diterima setelah tanggal 31 Desember 1986. Tahun 1992,
Ikatan Akuntan Indonesia menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan, Edisi revisi
yang memasukkan suplemen No.1 sampai dengan No.12 dan interpretasi No.1 sampai dengan Nomor.2. Dalam Kongres ke VII
Ikatan Akuntan Indonesia tahun 1994, disahkan Standar Profesional Akuntan
Publik yang secara garis besar berisi:
1. Uraian mengenai standar profesional
akuntan publik.
2. Berbagai pernyataan standar auditing yang
telah diklasifikasikan.
3. Berbagai pernyataan standar atestasi yang
telah diklasifikasikan.
4. Pernyataan jasa akuntansi dan review.
5. Pertengahan tahun 1999 Ikatan Akuntan
Indonesia merubah nama Komite Norma
Pemeriksaan Akuntan
menjadi Dewan Standar Profesional Akuntan Publik. Selama tahun 1999 Dewan
melakukan perubahan atas Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Agustus 1994
dan menerbitkannya dalam buku yang diberi judul “Standar Profesional Akuntan
Publik per 1 Januari 2001”. Standar Profesional Akuntan Publik per 1 Januari
2001 terdiri dari lima standar, yaitu:
1. Pernyataan Standar Auditing (PSA) yang
dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Auditing (IPSA).
2. Pernyataan Standar Atestasi (PSAT) yang
dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Atestasi (IPSAT).
3. Pernyataan Standar Jasa Akuntansi dan
Review (PSAR) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa
Akuntansi dan Review (IPSAR).
4. Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (PSJK)
yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Jasa Konsultasi (IPSJK).
5. Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
(PSPM) yang dilengkapi dengan Interpretasi Pernyataan Standar Pengendalian Mutu
(IPSM). Selain kelima standar tersebut masih dilengkapi dengan Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik yang merupakan aturan normal yang wajib dipenuhi
oleh akuntan publik.
2. Perkembangan Standar Etika Profesi Akuntansi
Profesi akuntan sudah
ada sejak abad ke-15, walaupun sebenarnya masih dipertentangkan para ahli
mengenai kapan sebenarnya profesi ini dimulai. Di Inggris pihak yang bukan
pemilik dan bukan pengelola yang sekarang disebut auditor diminta untuk
memeriksa mengenai kecurigaan yang terdapat di pembukuan laporan keuangan yang
disampaikan oleh pengelola kekayaan pemilik harta.
Menurut sejarahnya para
pemilik modal menyerahkan dananya kepada orang lain untuk dikelola/
dimanfaatkan untuk kegiatan usaha yang hasilnya nanti akan dibagi antara
pemilik dan pengelola modal tadi. Kalau kegiatan ini belum besar umumnya kedua
belah pihak masih dapat saling percaya penuh sehingga tidak diperlukan
pemeriksaan. Namun semakin besar volume kegiatan usaha, pemilik dana kadang-kadang
merasa was-was kalau-kalau modalnya disalahgunakan oleh pengelolanya atau
mungkin pengelolanya memberikan informasi yang tidak obyektif yang mungkin
dapat merugikan pemilik dana.
Keadaan inilah yang
membuat pemilik dana membutuhkan pihak ketiga yang dipercaya oleh masyarakat
untuk memeriksa kelayakan atau kebenaran laporan keuangan pengelola dana. Pihak
itulah yang dikenal sebagai Auditor.
Menurut International
Federation of Accountants (dalam Regar, 2003) yang dimaksud dengan profesi
akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang
akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan yang bekerja di
pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.
Agar profesi Akuntan
dianggap sebagai salah satu bidang profesi seperti organisasi lainnya, maka
harus memiliki beberapa syarat sehingga masyarakat sebagai objek dan sebagai
pihak yang memerlukan profesi, mempercayai hasil kerjanya. Adapun ciri profesi
menurut Harahap (1991) adalah sebagai berikut:
1. Memiliki bidang ilmu yang ditekuninya
yaitu yang merupakan pedoman dalam melaksanakan keprofesiannya.
2. Memiliki kode etik sebagai pedoman yang
mengatur tingkah laku anggotanya dalam profesi itu.
3. Berhimpun dalam suatu organisasi resmi
yang diakui oleh masyarakat/pemerintah
4. Keahliannya dibutuhkan oleh masyarakat.
5. Bekerja bukan dengan motif komersil
tetapi didasarkan kepada fungsinya sebagai kepercayaan masyarakat.
Persyaratan ini semua
harus dimiliki oleh profesi Akuntan sehingga berhak disebut sebagai salah satu
profesi.
Perkembangan profesi
akuntan di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu :
A. Masa Orde Lama
Praktik akuntansi di
Indonesia dapat ditelusur pada era penjajahan Belanda sekitar tahun 1642. Jejak
yang jelas berkaitan dengan praktik akuntansi di Indonesia dapat ditemui pada
tahun 1747, yaitu praktik pembukuan yang dilaksanakan Amphioen Sociteyt yang berkedudukan
di Jakarta. Pada era ini Belanda mengenalkan sistem pembukuan berpasangan
(double-entry bookkeeping) sebagaimana yang dikembangkan oleh Luca Pacioli.
Perusahaan VOC milik Belanda-yang merupakan organisasi komersial utama selama
masa penjajahan-memainkan peranan penting dalam praktik bisnis di Indonesia
selama era ini.
Kegiatan ekonomi pada
masa penjajahan meningkat cepat selama tahun 1800an dan awal tahun 1900an. Hal
ini ditandai dengan dihapuskannya tanam paksa sehingga pengusaha Belanda banyak
yang menanamkan modalnya di Indonesia. Peningkatan kegiatan ekonomi mendorong
munculnya permintaan akan tenaga akuntan dan juru buku yang terlatih.
Akibatnya, fungsi auditing mulai dikenalkan di Indonesia pada tahun 1907.
Peluang terhadap kebutuhan audit ini akhirnya diambil oleh akuntan Belanda dan
Inggris yang masuk ke Indonesia untuk membantu kegiatan administrasi di
perusahaan tekstil dan perusahaan manufaktur. Internal auditor yang pertama
kali datang di Indonesia adalah J.W
Labrijn-yang sudah berada di Indonesia pada tahun 1896 dan orang pertama yang
melaksanakan pekerjaan audit (menyusun dan mengontrol pembukuan perusahaan)
adalah Van Schagen yang dikirim ke Indonesia pada tahun 1907.
Pengiriman Van Schagen
merupakan titik tolak berdirinya Jawatan Akuntan Negara-Government Accountant
Dienst yang terbentuk pada tahun 1915. Akuntan publik yang pertama adalah Frese
& Hogeweg yang mendirikan kantor di
Indonesia pada tahun 1918. Pendirian kantor ini diikuti kantor akuntan yang
lain yaitu kantor akuntan H.Y.Voerens pada tahun 1920 dan pendirian Jawatan
Akuntan Pajak-Belasting Accountant Dienst. Pada era penjajahan, tidak ada orang
Indonesia yang bekerja sebagai akuntan publik. Orang Indonesa pertama yang
bekerja di bidang akuntansi adalah JD Massie, yang diangkat sebagai pemegang
buku pada Jawatan Akuntan Pajak pada tanggal 21 September 1929.
Kesempatan bagi akuntan
lokal (Indonesia) mulai muncul pada tahun 1942-1945, dengan mundurnya Belanda
dari Indonesia. Pada tahun 1947 hanya ada satu orang akuntan yang berbangsa
Indonesia yaitu Prof. Dr. Abutari. Praktik akuntansi model Belanda masih
digunakan selama era setelah kemerdekaan (1950an). Pendidikan dan pelatihan
akuntansi masih didominasi oleh sistem akuntansi model Belanda. Pada tahun
1957, kelompok pertama mahasiswa akuntansi lulus dari Universitas Indonesia.
Namun demikian, kantor akuntan publik milik orang Belanda tidak mengakui
kualifikasi mereka. Atas dasar kenyataan tersebut, akuntan lulusan Universitas
Indonesia bersama-sama dengan dengan akuntan senior lulusan Belanda mendirikan
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) pada tanggal 23 Desember 1957. professor
Soemarjo Tjitrosidojo – akademisi berpendidikan Belanda adalah Ketua Umum IAI
yang pertama. Tujuan didirikannya IAI ini antara lain mempromosikan status
profesi akuntansi, mendukung pembangunan nasional dan meningkatkan keahlian
serta kompetensi akuntan.
Atas dasar
nasionalisasi dan kelangkaan akuntan, Indonesia pada akhirnya berpaling ke
praktik akuntansi model Amerika. Namun demikian, pada era ini praktik akuntansi
model Amerika mampu berbaur dengan akuntansi model Belanda, terutama yang
terjadi di lembaga pemerintah. Makin meningkatnya jumlah institusi pendidikan
tinggi yang menawarkan pendidikan akuntansi, seperti pembukaan jurusan
akuntansi di Universitas Indonesia 1952, Institute Ilmu Keuangan (Sekolah
Tinggi Akuntansi Negara-STAN) 1990, Univesitas Padjajaran 1961, Universitas
Sumatera Utara 1962, Universitas Airlangga 1962 dan Universitas Gadjah Mada
1964 telah mendorong pergantian praktik akuntansi model Belanda dengan model
Amerika pada tahun 1960.
Selama tahun 1960an,
menurunnya peran kegiatan keuangan mengakibatkan penurunan permintaan jasa
akuntansi dan kondisi ini berpengaruh pada perkembangan profesi akuntansi di
Indonesia. Namun demikian, perubahan kondisi ekonomi dan politik yang terjadi
pada akhir era tersebut, telah mendorong pertumbuhan profesi akuntansi.
B. Masa Orde Baru
Profesi akuntansi mulai
berkembang cepat sejak tahun 1967 yaitu setelah dikeluarkannya Undang-Undang
Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Penanaman Modal Dalam Negeri 1968.
Usaha profesionalisasi IAI mendapat sambutan ketika dilaksanakan konvensi
akuntansi yang pertama yaitu pada tahun 1969. hal ini terutama disebabkan oleh
adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan yang mewajibkan akuntan bersertifikat
menjadi anggota IAI.
Pada tahun 1970 semua
lembaga harus mengadopsi sistem akuntansi model Amerika. Pada pertengahan tahun
1980an, sekelompok tehnokrat muncul dan memiliki kepedulian terhadap reformasi
ekonomi dan akuntansi. Kelompok tersebut berusaha untuk menciptakan ekonomi
yang lebih kompetitif dan lebih berorientasi pada pasar-dengan dukungan praktik
akuntansi yang baik. Kebijakan kelompok tersebut memperoleh dukungan yang kuat
dari investor asing dan lembaga-lembaga internasional.
Pada tahun 1973, IAI
membentuk “Komite Norma Pemeriksaan Akuntan” (KNPA) untuk mendukung terciptanya
perbaikan ujian akuntansi (Bahciar 2001). Yayasan Pengembangan Ilmu Akuntansi
Indonesia (YPAI) didirikan pada tahun 1974 untuk mendukung pengembangan profesi
melalui program pelatihan dan kegiatan penelitian. Selanjutnya pada tahun 1985
dibentuk Tim Koordinasi Pengembangan Akuntansi (TKPA). Kegitan TKPA ini
didukung sepenuhnya oleh IAI dan didanai oleh Bank Dunia sampai berakhir tahun
1993. misinya adalah untuk mengembangkan pendidikan akuntansi, profesi
akuntansi, standar profesi dan kode etik profesi.
Kemajuan selanjutnya
dapat dilihat pada tahun 1990an ketika Bank Dunia mensponsori Proyek
Pengembangan Akunatan (PPA). Melalui proyek ini, berbagai standar akuntansi dan
auditing dikembangkan, standar profesi diperkuat dan Ujian Sertifikasi Akuntan
Publik (USAP) mulai dikenalkan. Ujian Sertifikasi Akuntan Publik berstandar
Internasional diberlakukan sebagai syarat wajib bagi akuntan publik yang
berpraktik sejak tahun 1997 (akuntan yang sudah berpraktik sebagai akuntan
public selama 1997 tidak wajib mengikuti USAP). Pengenalan USAP ini mendapat
dukungan penuh dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat SK Menteri Keuangan No.
43/ KMK. 017/ 1997 yang berisi ketentuan tentang prosedur perizinan,
pengawasan, dan sanksi bagi akuntan public yang bermasalah (SK ini kemudian
diganti dengan SK No. 470/ kmk.017/ 1999).
Empat puluh lima tahun
setelah pendirian, IAI berkembang menjadi organisasi profesi yang diakui
keberadaanya di Indonesia dan berprofesi sebagai akuntan publik, akuntan
manajemen, akuntan pendidikan dan akuntan pemerintahan.
Profesi akuntansi
menjadi sorotan publik ketika terjadi krisis keuangan di Asia pada tahun 1997
yang ditandai dengan bangkrutnya berbagai perusahaan dan Bank di Indonesia. Hal
ini disebabkan perusahaan yang mengalami kebangkrutan tersebut, banyak yang
mendapat opini wajar tanpa pengecualian (unqualified audit opinions) dari
akuntan publik. Pada bulan Juni 1998 Asian Devloment Bank (ADB) menyetujui
Financial Governance Reform Sector Develoment Program (FGRSDP) untuk mendukung
usaha pemerintah mempromosikan dan memperkuat proses pengelolaan perusahaan
(governance) di sektor public dan keuangan. Kebijakan FGRSDP yang disetujui pemerintah
adalah usaha untuk menyusun peraturan yang membuat :
1. Auditor bertanggung jawab atas kelalaian
dalam melaksanakan audit
2. Direktur bertanggung jawab atas informasi
yang salah dalam laporan keuangan dan informasi publik lainnya.
C. Masa Sekarang
Jatuhnya nilai rupiah
pada tahun 1997-1998 makin meningkatkan tekanan pada pemerintah untuk
memperbaiki kualitas pelaporan keuangan. Sampai awal 1998, kebangkrutan
konglomarat, collapsenya sistem perbankan, meningkatnya inflasi dan pengangguran
memaksa pemerintah bekerja sama dengan IMF dan melakukan negosiasi atas
berbagai paket penyelamat yang ditawarkan IMF. Pada waktu ini, kesalahan secara
tidak langsung diarahkan pada buruknya praktik akuntansi dan rendahnya kualitas
keterbukaan informasi (transparency).
Walaupun demikian,
keberadaan profesi akuntan tetap diakui oleh pemerintah sebagai sebuah profesi
kepercayaan masyarakat. Di samping adanya dukungan dari pemerintah,
perkembangan profesi akuntan publik juga sangat ditentukan ditentukan oleh
perkembangan ekonomi dan kesadaran masyarakat akan manfaat jasa akuntan publik.
Beberapa faktor yang dinilai banyak mendorong berkembangnya profesi adalah:
1. Tumbuhnya pasar modal
2. Pesatnya pertumbuhan lembaga-lembaga
keuangan baik bank maupun non-bank.
3. Adanya kerjasama IAI dengan Dirjen Pajak
dalam rangka menegaskan peran akuntan publik dalam pelaksanaan peraturan
perpajakan di Indonesia.
4. Berkembangnya penanaman modal asing dan
globalisasi kegiatan perekonomian.
Pada awal 1992 profesi
akuntan publik kembali diberi kepercayaan oleh pemerintah (Dirjen Pajak) untuk
melakukan verifikasi pembayaran PPN dan PPn BM yang dilakukan oleh pengusaha
kena pajak. Sejalan dengan perkembangan dunia usaha tersebut, Olson pada tahun
1979 di dalam Journal Accountanty mengemukakan empat perkembangan yang harus
diperhatikan oleh profesi akuntan yaitu:
1. Makin banyaknya jenis dan jumlah
informasi yang tersedia bagi masyarakat
2. Makin baiknya transportasi dan komunikasi
3. Makin disadarinya kebutuhan akan kualitas
hidup yang lebih baik
4. Tumbuhnya perusahaan-perusahaan
multinasional sebagai akibat dari fenomena pertama dan kedua.
Konsekuensi
perkembangan tersebut akan mempunyai dampak terhadap perkembangan akuntansi dan
menimbulkan:
1. Kebutuhan akan upaya memperluas peranan
akuntan, ruang lingkup pekerjaan akuntan publik semakin luas sehingga tidak
hanya meliputi pemeriksaan akuntan dan penyusunan laporan keuangan.
2. Kebutuhan akan tenaga spesialisasi dalam
profesi, makin besarnya tanggung jawab dan ruang lingkup kegiatan klien,
mengharuskan akuntan publik untuk selalu menambah pengetahuan.
3. Kebutuhan akan standar teknis yang makin
tinggi dan rumit, dengan berkembangnya teknologi informasi, laporan keuangan
akan menjadi makin beragam dan rumit.
Tahun 2001, Departemen
Keuangan mengeluarkan Draft Akademik tentang Rancangan Undang-Undang Akuntan
Publik yang baru. Dalam draft ini disebutkan bahwa tujuan dibenetuknya UU
Akuntan Publik adalah :
a. Melindungi kepercayaan publik yang
diberikan kepada akuntan public.
b. Memberikan kerangka hukum yang lebih
jelas bagi akuntan publik.
c. Mendukung pembangunan ekonomi nasional
dan menyiapkan akuntan dalam menyongsong era liberalisasi jasa akuntan publik.
Sumber:
https://harmbati.wordpress.com/category/uncategorized/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar