baak Gunadarma

Minggu, 26 Oktober 2014

Etika dalam dunia Bisnis

Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara. Abhkan tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi penggerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakkan kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan menerapkan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan di bidang ekonomi.
Jalinan hubungan usaha dengan pihak-pihak lain yang terkait begitu kompleks. Akibatnya, ketika dunia usaha melaju pesat, ada pihak-pihak yang tertinggal dan dirugikan, karena piranti hukum dan aturan main dunia usaha belum mendapatkan perhatian yang seimbang. Salah satu contoh yang selanjutnya menjadi masalah bagi pemerintah dan dunia usaha adalah masioh adanya pelanggaran terhadap upah buruh. Hal ini menyebabkan beberapa produk nsional terkena batasan di pasar internasional. Contoh lain adalah produk-produk hasil hutan yang mendapat protes keras karena pengusaha Indonesia dinilai tidak memperhatikan kelangsungan sumber alam yang sangat berharga.
Perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis. Pentingnya etika bisnis tersebut berlaku untuk kedua perspektif, baik lingkup makro maupun mikro, yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1. Perspektif Makro
Pertumbuhan suatu negara tergantung pada market system yang berperan lebih efektif dan efisien daripada command system dalam mengalokasikan barang dan jasa. Beberapa kondisi yang diperlukan market system untuk dapat efektif, yaitu: a) Hak memiliki dan mengelola property swasta; b) Kebebasan memilih dalam perdagangan barang dan jasa; dan c) Ketersediaan informasi yang akurat berkaitan dengan barang dan jasa.
Jika salah satu subsistem dalam market system melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi keseimbangan sistem dan menghambat pertumbuhan sistem secara makro.
Pengaruh dari perilaku tidak etik pada perspektif makro dapat menyebabkan timbulnya penyogokan atau suap, pemaksaan, diskrimasi yang tidak jelas, dan sebagainya.

2. Perspektif Mikro
Dalam lingkup ini perilaku etik identik dengan kepercayaan atau trust. Dalam lingkup mikro terdapat rantai relasi dimana supplier, perusahaan, konsumen, karyawan saling berhubngan kegiatan bisnis yang akan berpengaruh pada lingkup makro. Tiap mata rantai penting dampaknya untuk selalu menjaga etika, sehingga kepercayaan yang mendasari hubungan bisnis dapat terjaga dengan baik.
Standar moral merupakan tolak ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat dugunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu :

1. Prinsip konsekuensi adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi keputusan tersebut.
2. Prinsip tidak konsekuensi adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai petunjuk atau panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan bukan akibat yang antara lain terdiri dari prinsip hak dan prinsip keadilan.

Dalam menciptakan etika bisnis, Dalimunthe (2004) menganjurkan untuk memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

1. Pengendalian Diri
2. Pengembangan Tanggung Jawab
3. Mempertahankan Jati Diri
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
5. Menerapkan Konsep “Pembangunan Berkelanjutan”
6. Menghindari Sifat SK ( Kongkalikong, Kolusi, Koneksi, dan Komisi)
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
8. Menumbuhkan Sikap saling Percaya antar Golongan Pengusaha
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Amin Bersama
10. Memelihara Kesepakatan
11. Menuangkan ke dalam Hukum Positif

TIGA PRINSIP UNIVERSAL
Kasus yang paling gampang adalah Enron, sebuah perusahaan energi yang sangat bagus. Sebagai salah satu perusahaan yang menikmati booming industri energi di tahun 1990an, Enron sukses menyuplai energi ke pangsa pasar yang begitu besar dan memiliki jaringan yang luar biasa luas. Enron bahkan berhasil menyinergikan jalur transmisi energinya untuk jalur teknologi informasi. Kalau dilihat dari siklus bisnisnya, Enron memiliki profitabilitas yang cukup menggiurkan. Seiring booming industri energi, Enron memosisikan dirinya sebagai energy merchants: membeli natural gas dengan harga murah, kemudian dikonversi dalam energi listrik, lalu dijual dengan mengambil profit yang lumayan dari mark up sale of power atau biasa disebut “spark spread”.

Sebagai sebuah entitas bisnis, Enron pada awalnya adalah anggota pasar yang baik, mengikuti peraturan yang ada di pasar dengan sebagaimana mestinya. Pada akhirnya, Enron meninggalkan prestasi dan reputasi baik tersebut. Sebagai perusahaan Amerika terbesar kedelapan, Enron kemudian tersungkur kolaps pada tahun 2001. Tepat satu tahun setelah California energy crisis. Seleksi alam akhirnya berlaku. Perusahaan yang bagus akan mendapat reward, sementara yang buruk akan mendapat punishment. Termasuk juga pihak-pihak yang mendukung tercapainya hal tersebut, dalam hal ini Arthur Andersen. Artinya apapun yang diperbuat oleh seseorang, kelak itulah yang dia petik. Jika seseorang berbuat jahat terhadap orang lain, maka hasil kejahatan yang akan mereka nikmati, sebaliknya jika perbuatan baik mereka taburkan maka hasil perbuatan baik yang akan mereka dapatkan.

Sumber:
http://argen26.blogspot.com/2013/11/pentingnya-etika-dalam-dunia-bisnis.html
http://jaqqaaria.blogspot.com/2010/10/tugas-1-teori-etika-profesi_04.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar