1. Pemerintahan Orde Lama
Kondisi politik:
a) Indonesia menghadapi 2 perang besar dengan Belanda
b) Gejolak politik dalam negeri dan beberapa pemberontakan
c) Manajemen ekonomi makro yang buruk
Karena kondisi politik tersebut maka kondisi ekonomi Indonesia tidak menguntungkan, dan terjadi hal-hal sbb :
a) Selama dekade 1950an, pertumbuhan ekonomi rata-rata 7%
b) Periode 1960 – 1966, pertumbuhan ekonomi 1,9% dan stagflasi (high rate of unemployment and inflation)
c) Periode 1955 – 1965, rata-rata pendapatan pemerintah Rp 151 juta dan pengeluaran Rp 359 juta
d) Produksi sektor pertanian dan perindustrian sangat rendah sebagai akibat dari kurangnya kapasitas produksi dan infrastruktur pendukung
e) Jumlah uang yang beredar berlebihan, sehingga terjadi inflasi
Dumairy (1996) menggambarkan kondisi perekonomian Indonesia:
a) Periode 1945 – 1950.
b) Periode demokrasi parlementer/liberal (1950 – 1959)
8 kali perubahan kabinet:
Kabinet Hatta dengan kebijakan Reformasi moneter via devaluasi mata uang local (Gulden) dan pemotongan uang sebesar 50% atas uang kertas yang beredar yang dikeluarkan oleh De Javasche Bank dengan nilai nominal > 2,50 Gulden Indonesia.
Kabinet Natsir dengan kebijakan perumusan perencanaan pembangunan ekonomi yang disebut dengan Rencana Urgensi Perekonomian (RUP)
Kabinet Sukiman dengan kebijakan nasionalisasi oleh De Javasche Bank menjadi Bank Indonesia dan penghapusan system kurs berganda
Kabinet Wilopo dengan kebijakan anggaran berimbang dalam APBN, memperketat impor, merasionalisasi angkatan bersenjata dengan modernisasi dan pengurangan jumlah personil, serta pengiritan pengeluaran pemerintah
Kabinet Ali I dengan kebijakan pembatasan impor dan kebijakan uang ketat
Kabinet Burhanudin dengan kebijakan liberalisasi impor, kebijakan uang ketat untuk menekan jumlah uang yang beredar, dan penyempurnaan program benteng (bagian dari program RUP yakni program diskriminasi rasial untuk mengurangi dominasi ekonomi), memperkenankan investasi asing masuk ke Indonesia, membantu pengusaha pribumi, serta menghapus persetujuan meja bundar (menghilangkan dominasi belanda perekonomian nasional.
Kabinet Ali II dengan kebijakan rencana pembangunan lima tahun 1956 - 1960
Kebinet Djuanda dengan kebijakan stabilitas politik dan nasionalisasi perusahaan belanda.
c) Periode demokrasi terpimpin (1959 – 1965)
Dilakukan nasionalisasi terhadap perusahaan-perusahaan belanda.
Lebih cenderung kepada pemikiran sosialis komunis
Politik tidak stabil sampai pada puncaknya pada September 1965
2. Pemerintahan Orde Baru
Sejak Maret 1966.
Pemerintah mengarahkan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan ekonomi dan sosial.
Pemerintah meninggalkan idiologi komunis dan menjalin hubungan dengan Negara barat dan menjadi anggota PBB, IMF, dan Bank Dunia.
Kondisi perekonomian Indonesia:
(a) Ketidakmampuan membayar hutang LN US $32 Milyar
(b) Penerimaan ekspor hanya setengah dari pengeluaran untuk impor
(c) Pengendalian anggaran belanja dan pemungutan pajak yang tidak berdaya
(d) Inflasi 30 – 50 persen per bulan
(e) Kondisi prasarana perekonomian yang bururk
(f) Kapasitas produktif sektor industri dan ekspor menurun
3. Pemerintahan Transisi (Habibie)
a) Tanggal 14 dan 15 Mei 1997, kurs bath terhadap US$ mengalami penurunan (depresiasi) sebagai akibat dari keputusan jual dari para investor yang tidak percaya lagi terhadap prospek ekonomi Thailand dalam jangka pendek. 2 Juli 1997, penurunan nilai kurs bath terhadap US$ antara 15% - 20%
b) Bulan Juli 1997, krisis melanda Indonesia (kurs dari Rp 2.500 menjadi Rp 2.650.) BI mengintervensi, namun tidak mampu sampai bulan maret 1998 kurs melemah sampai Rp 10.550 dan bahkan menembus angka Rp 11.000/US$.
Januari 1998 pemerintah Indonesia menandatangani nota kesepakatan (LOI) dengan IMF yang mencakup 50 butir kebijakan
4. Pemerintahan Reformasi (Abdurrahman Wahid)
a) Pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi positif (mendekati 0)
b) Tahun 2000 pertumbuhan ekonomi 5%
c) Kondisi moneter stabil ( inflasi dan suku bunga rendah)
d) Tahun 2001, pelaku bisnis dan masyarakat kurang percaya kepada pemerintahan sebagai akibat dari pernyataan presiden yang controversial, KKN, dictator, dan perseteruan dengan DPR
e) Bulan maret 2000, cadangan devisa menurun dari US$ 29 milyar menjadi US$ 28,875 milyar
f) Hubungan dengan IMF menjadi tidak baik sebagai akibat dari: penundaan pelaksanaan amandemen UU No. 23 tahun 1999 mengenai Bank Indonesia; penerapan otonomi daerah (terutama kebebasan untuk hutang pemerintah daerah dari LN); dan revisi APBN 2001.
g) Tahun 2001, pertumbuhan ekonomi cenderung negative, IHSG merosot lebih dari 300 poin, dan nilai tukar rupiah melemah dari Rp 7000 menjadi Rp 10.000 per US$.
5. Pemerintahan Gotong Royong (Megawati S)
Mulai pertangahan 2001 dengan kondisi:
a) SBI 17%
b) Bunga deposito 18%
c) Inflasi periode Juli – Juli 2001 13,5% dengan asumsi inflasi 9,4% setelah dilakukan revisi APBN
d) Pertumbuhan PDB 2002 sebesar 3,66% dibawah target 4% sebagai akibat dari kurang berkembangnya investasi swasta (PMDN dan PMA)., ketidakstabilan politik, dan belum ada kepastian hokum.
6. Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Kebijakan – kebijakan yang dilakukan :
a) Mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan harga BBM.
b) Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi masyarakat miskin.
c) Diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November 2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala daerah.
d) Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS.
REFERENSI: http://www.scribd.com/doc/78087072/Sejarah-Sistem-Perekonomian-Indonesia
http://anggrawinda.blogspot.com/2011/02/sejarah-sistem-perekonomian-indonesia.html
REFERENSI: http://www.scribd.com/doc/78087072/Sejarah-Sistem-Perekonomian-Indonesia
http://anggrawinda.blogspot.com/2011/02/sejarah-sistem-perekonomian-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar