KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis ucapkan kepada Tuhan YME yang telah memberikan berkat kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan Makalah ini dengan judul “Kasus
Pelanggaran Pada KAP Andersen dan Enron” tepat pada waktunya. Adapun maksud dan
tujuan dari Makalah ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Profesi
Akuntansi. Selesainya Penulisan Ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan serta
bimbingan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin
mengucapkan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan, baik itu bimbingan
moril maupun materil secara langsung maupun tidak langsung yang sangat membantu
penulis dalam pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan
kepada Diah Aryati Prihartini selaku dosen mata kuliah Etika Profesi Akuntansi
yang telah membantu memberikan masukan kepada penulis untuk pembuatan makalah
ini. Penulis mengucapkan terima kasih dan dengan segala kerendahan hati semoga.
Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan pengetahuan bagi
pembaca guna pengembangan selanjutnya.
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Setiap profesi memiliki etika yang
berbeda-beda. Namun, setiap etika harus dipatuhi karena etika berkaitan dengan
nilai-nilai, tata cara dan aturan dalam menjalankan sitiap pekerjaannya. Di
dalam akuntansi juga memiliki etika yang harus di patuhi oleh setiap
anggotanya. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan
aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik,
bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di
lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.
Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Namun, pada prakteknya pelanggaran kode etika
profesi akuntansi masih saja terjadi di Indonesia.
Pada
pembahasan kali ini, kami akan membahas mengenai pelanggaran kode etika profesi
akuntansi yang terjadi di Indonesia. Dalam hal ini kami membahas mengenai kasus
Pelanggaran Kode Etik Akuntansi yang terjadi didalam PT. Kimia Farma.
Kimia Farma adalah perusahaan industri
farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda
tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle
Rathkamp & Co. pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan
peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi)
Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum
PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi
PT Kimia Farma (Persero)
1.2
Rumusan dan batasan masalah
1.2.1
Rumusan masalah
1.
Bagaimana opini penulis terhadap masalah yang terjadi pada kasus PT. Kimia
Farma (Persero) ?
2.
Etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. Kimia Farma (Persero) ?
1.2.2
Batasan masalah
Berdasarkan
rumusan masalah diatas, penulis hanya membahas kasus PT. Kimia Farma (Persero)
pada tahun 2001.
1.3
Tujuan penelitian
1.
Untuk mengetahui opini penulis tentang masalah apa yang terjadi pada PT. Kimia
Farma (Persero)
2.
Untuk mengetahui etika profesi apa yang dilanggar oleh PT. Kimia Farma
(Persero)
BAB
II
LANDASAN
TEORI
2.1
ETIKA PROFESI AKUNTANSI MENURUT IAI
Etika
profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode
Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi
seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di
lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia
pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya. Kode Etik Ikatan
Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:1. Prinsip Etika, prinsip Etika
memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan
pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres
dan berlaku bagi seluruh anggota. 2. Aturan Etika, aturan Etika disahkan oleh
Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan 3.
Interpretasi Aturan Etika, Interpretasi Aturan Etika merupakan interpretasi
yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan
tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan
dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan
penerapannya.
2.2
PRINSIP ETIKA PROFESI MENURUT IAI
Prinsip Etika memberikan kerangka
dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional
oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh
anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya
mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan. Interpretasi Aturan Etika
merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan
setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan
lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk
membatasi lingkup dan penerapannya. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya
kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota
dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar
perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi. Tujuan
profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat 4 (empat)
kebutuan dasar yang harus dipenuhi :
1.
Kredibilitas. Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem
informasi.
2.
Profesionalisme. Diperlukan individu yang denga jelas dapat diindentifikasikan
oleh pamakai jasa akuntan sebagai profesional dibidang akuntansi.
3.
Kualitas Jasa. Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari
akuntan diberikan dengan stndar kinerja yang tinggi.
4.
Kepercayaan. Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat
kerangka etika profesional yang melandasi pemebrian jasa oleh akuntan.
Prinsip
Etika Profesi Akuntan :
1.
Tanggung Jawab Profesi Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional
setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
2.
Kepentingan Publik Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam
kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan
menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
3.
Integritas Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin.
4.
Obyektivitas Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari
benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5.
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai
kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada
tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja
memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan
perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
6.
Kerahasiaan Setiap anggota harus, menghormati leerahasiaan informasi yang
diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau
mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau
kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.
7.
Perilaku Profesional Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan
reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan
profesi.
8.
Standar Teknis Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai
dengan standar teknis dan standar proesional yang relevan. Sesuai dengan
keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan
dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk
Pada audit tanggal 31 Desember 2001,
manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan
laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi,
Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar
dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober
2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena
telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru,
keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah
sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit
Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7
miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar
Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan
sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang
ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui
direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master
prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini
telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada
unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian
berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas
penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak
disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan
penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT
Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi
kecurangan tersebut. Kesalahan pencatatan ditemukan kantor akuntan publik Hans
Tuanakota Mustofa (HTM) menjelang pemerintah akan melakukan divestasi
(pelepasan saham) tahap kedua di Kimia Farma pada Mei 2002. Sementara kesalahan
pencatatan ditemukan pada laporan keuangan 2001 yang digunakan saat pelaksanaan
divestasi yang dilakukan melalui penawaran saham perdana (IPO).
3.2
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah
terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up)
laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001.
Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali
(restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku
2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta
pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di
Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun
kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut
mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah
dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar.
Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan
laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada
publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan
oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera
dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan
menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan
kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang
saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik.
Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100
miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan
Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan
pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini,
merupakan kesalahan manajemen lama.
3.3
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam)
menilai kesalahan pencatatan dalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun
buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan
pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan
pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti
tersebut antara lain adalah kesalahan pencatatan apakah dilakukan secara tidak
sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap
ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi.
Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu
sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangan tahun
buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham
mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga
meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM)
menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri
telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar.
Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah
disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar
biasa. Dalam rapat tersebut, akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara
aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Berdasarkan
siaran pers yang dilakukan oleh Pasar Modal tanggal 27 Desember 2002 dikatakan
bahwa:
1.
Kasus ini bermula dari ditemukannya hal-hal sebagai berikut: a. Dalam rangka
retrukturisasi PT Kimia Farma Tbk. (PT KAEF), Sdr. Ludovicus Sensi W selaku
partner dari KAP HTM yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT
KAEF untuk masa 5 bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002, menemukan dan
melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barang jadi dan
kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001.
b. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan
bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian poses divestasi saham milik
Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan
keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002.
2.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam, diperoleh bukti sebagai berikut :
a. terdapat kesalahan penyajian dalam laporan
keuangan PT KAEF, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated
laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp
32,7 miliar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT
Kimia Farma Tbk.
b. Kesalahan tersebut terdapat pada unit-unit
sebagai berikut: • Unit Industri Bahan Baku - Kesalahan berupa overstated pada
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar. • Unit Logistik Sentral - Kesalahan berupa
overstated pada persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar • Unit Pedagang Besar
Farmasi (PBF) - Kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp
8,1 miliar. - Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp 10,7
miliar.
c.
Bahwa kesalahan penyajian tersebut, dilakukan oleh Direksi periode 1998–Juni
2002 dengan cara: - Membuat 2 (dua) daftar harga persedian (master prices) yang
berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Pebruari 2002 dan 3 Februari
2002, dimana keduanya merupakan master prices yang telah diotorisasi oleh pihak
yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT KAEF. Master prices per 3 Pebruari
2002 merupakan master prices yang telah disesuaikan nilainya (penggelembungan)
dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT
KAEF per 31 Desember 2001. - Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada
unit PBF dan unit Bahan Baku. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada
unit-unit yang tidak disampling oleh Akuntan.
d.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, tindakan yang dilakukan oleh PT KAEF
terbukti melanggar: - Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 tentang Pedoman
Penyajian Laporan Keuangan.
e. Berdasarkan pemeriksaan yang telah
dilakukan, terbukti bahwa Akuntan yang melakukan audit Laporan Keuangan per 31
Desember 2001 PT KAEF: - Telah melakukan prosedur audit termasuk prosedur audit
sampling yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, dan tidak
diketemukan adanya unsur kesengajaan membantu manajemen PT KAEF dalam
penggelembungan keuntungan tersebut. Namun demikian proses audit tersebut tidak
berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT KAEF.
3.
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang
Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor
45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang
Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero)
Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.
500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
4.
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal
maka: a. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002
diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan raktek penggelembungan atas
laporan keuangan per 31 Desember 2001; b. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP
Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk
disetor ke Kas Negara, karena atas resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi
adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk.
tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar
Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur
kesengajaan.
BAB
IV
PENUTUP
Maka
dari itu, berdasarkan kasus yang terjadi didalam PT. Kimia Farma kami dapat
menyimpulkan bahwa telah terjadi adanya pelanggaran kode etik profesi akuntansi
diantaranya sebagai berikut:
1.
Tanggung jawab
Dalam hal ini Direksi Lama PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 telah menyalahi tanggung jawabnya dalam
pembuatan laporan keuangan dengan melakukan kegiatan praktek pengelembungan
atas laporan keuangan per 31 Desember 2001. Sehingga dapat menyebabkan
kesalahan pengambilan keputusan akibat adanya laporan keuangan yang tidak
aktual.
2. Kepentingan Publik
Atas kepercayaan yang diberikan publik
kepadanya, seorang akuntan harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Dalam hal ini, akuntan
didalam PT. Kimia Farma telah mengorbankan kepentingan public demi kepentingan
mereka semata. Dengan kesalahan penyajian pada laporan keuangan PT. Kimia
Farma, menyebabkan pengambilan keputusan yang salah bagi para investor.
3. Integritas
Integritas mengharuskan seorang anggota
untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan
rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan
oleh keuntungan pribadi. Namun, PT. Kimia Farma terbukti tidak jujur dalam
menyusun laporan keuangannya. Sehingga telah melanggar prinsip kode etik
akuntansi.
Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak
disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima kecurangan
atau peniadaan prinsip. Seperti halnya integritas yang dapat menerima Sdr.
Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT
Kimia Farma (Persero) Tbk. karena atas
resiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang
dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan
prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan
tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan.
4. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Baik akuntan, direksi maupun Auditor dari
PT. Kimia Farma harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan berhati-hati,
kompetensi dan ketekunan, sehingga tidak adanya kecurangan dalam penyusunan
laporan keuangan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban
untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuannya, demi kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung
jawab profesi kepada publik. Namun, pada kenyataannya akuntan, direksi maupun
auditor telah melanggar prinsip kompetensi dan kehati-hatian professional dalam
kode etik akuntansi karena adanya laporan keuangan yang tidak valid.
5. Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi. Dalam hal ini, pihak yang terlibat dalam penyusunan
laporan keuangan PT. Kimia Farma pada tahun 2002 telah berperilaku tidak
professional sehingga menimbulkan reputasi perusahaan yang buruk. Bukan hanya
itu saja, kinerja profesionalisme dari seorang auditor pada PT. Kimia Farma pun
dapat merusak reputasi mereka selaku auditor karena resiko audit yang tidak berhasil
mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma
(Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur
kesengajaan.
6.Standar
Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Dalam hal ini seorang akuntan dituntut untuk melakukan penyusunan
laporan keuangan harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, yakni sesuai
dengan Standar Akuntansi Keuangan. Namun pada kenyataannya dalam penyusunan
laporan keuangan terjadi adanya praktek pengelembungan dana yang dilakukan oleh
direksi PT. Kimia Farma sehingga melanggar prinsip standar teknik dalam kode
etik aksumber:
http://www.bapepam.go.id/old/old/news/Des2002/PR_27_12_2002.PDF
http://www.bumn.go.id/22289/publikasi/berita/manajemen-lama-kimia-farma-dipastikan-terlibat-kasus/
http://liaaaajach.wordpress.com/2013/01/19/contoh-contoh-kasus-pelanggaran-etika-profesi-akuntansi/
http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/