Pengertian
Etika
Etika
berasal dari bahasa yunani yaitu ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan
atau adat kebiasaan di mana etika berhubungan erat dengan konsep individu atau
kelompok sebagai alat penilai kebenaran atau evaluasi terhadap sesuatu yang
telah dilakukan. Etika (Yunani Kuno: "ethikos", berarti "timbul
dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama
filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral.Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Teori
Etika
1. Egoisme
Rachels
(2004) memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu egoisme
psikologis dan egoisme etis. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang
menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat
diri. Egoisme etis adalah tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri
sendiri. Yang membedakan tindakan berkutat diri (egoisme psikologis) dengan
tindakan untuk kepentingan diri (egoisme etis) adalah pada akibatnya terhadap
orang lain. Tindakan berkutat diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau
merugikan kepentingan orang lain, sedangkan tindakan mementingkan diri tidak
selalu merugikan kepentingan orang lain.
2. Utilitarianisme
Utilitarianisme
berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris utility yang
berarti bermanfaat (Bertens, 2000). Menurut teori ini, suatu tindakan dapat
dikatan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat,
atau dengan istilah yang sangat terkenal “the greatest happiness of the
greatest numbers”. Perbedaan paham utilitarianisme dengan paham egoisme etis
terletak pada siapa yang memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut
pandang kepentingan individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari
sudut kepentingan orang banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
Paham
utilitarianisme dapat diringkas sebagai berikut :
Tindakan
harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan atau
hasilnya).
Dalam
mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting adalah
jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
Kesejahteraan
setiap orang sama pentingnya.
3. Deontologi
Istilah
deontologi berasal dari kata Yunani deon yang berarti kewajiban. Paham
deontologi mengatakan bahwa etis tidaknya suatu tindakan tidak ada kaitannya
sama sekali dengan tujuan, konsekuensi atau akibat dari tindakan tersebut.
Konsekuensi suatu tindakan tidak boleh menjadi pertimbangan untuk menilai etis
atau tidaknya suatu tindakan. Suatu perbuatan tidak pernah menjadi baik karena
hasilnya baik. Hasil baik tidak pernah menjadi alasan untuk membenarkan suatu
tindakan, melainkan hanya kisah terkenal Robinhood yang merampok kekayaan
orang-orang kaya dan hasilnya dibagikan kepada rakyat miskin.
4. Teori Hak
Dalam
pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang
paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau
perilaku. Sebetulnya teori hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi,
karena hak berkaitan dengan kewajiban. Malah bisa dikatakan, hak dan kewajiban
bagaikan dua sisi dari uang logam yang sama. Dalam teori etika dulu diberi
tekanan terbesar pada kewajiban, tapi sekarang kita mengalami keadaan sebaliknya,
karena sekarang segi hak paling banyak ditonjolkan. Biarpun teori hak ini
sebetulnya berakar dalam deontologi, namun sekarang ia mendapat suatu identitas
tersendiri dan karena itu pantas dibahas tersendiri pula. Hak didasarkan atas
martabat manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu teori hak
sangat cocok dengan suasana pemikiran demokratis. Teori hak sekarang begitu
populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap individu yang
memiliki harkat tersendiri. Karena itu manusia individual siapapun tidak pernah
boleh dikorbankan demi tercapainya suatu tujuan yang lain.
Menurut
perumusan termasyur dari Immanuel Kant : yang sudah kita kenal sebagai orang
yang meletakkan dasar filosofis untuk deontologi, manusia merupakan suatu
tujuan pada dirinya (an end in itself). Karena itu manusia selalu harus
dihormati sebagai suatu tujuan sendiri dan tidak pernah boleh diperlakukan
semata-mata sebagai sarana demi tercapainya suatu tujuan lain.
5. Teori Keutamaan (Virtue Theory)
Dalam
teori-teori yang dibahas sebelumnya, baik buruknya perilaku manusia dipastikan
berdasarkan suatu prinsip atau norma. Dalam konteks utilitarisme, suatu
perbuatan adalah baik, jika membawa kesenangan sebesar-besarnya bagi jumlah
orang terbanyak. Dalam rangka deontologi, suatu perbuatan adalah baik, jika
sesuai dengan prinsip “jangan mencuri”, misalnya. Menurut teori hak, perbuatan
adalah baik, jika sesuai dengan hak manusia. Teori-teori ini semua didasarkan
atas prinsip (rule-based).
Disamping
teori-teori ini, mungkin lagi suatu pendekatan lain yang tidak menyoroti
perbuatan, tetapi memfokuskan pada seluruh manusia sebagai pelaku moral. Teori
tipe terakhir ini adalah teori keutamaan (virtue) yang memandang sikap atau
akhlak seseorang. Dalam etika dewasa ini terdapat minat khusus untuk teori
keutamaan sebagai reaksi atas teori-teori etika sebelumnya yang terlalu berat
sebelah dalam mengukur perbuatan dengan prinsip atau norma. Namun demikian,
dalam sejarah etika teori keutamaan tidak merupakan sesuatu yang baru. Sebaliknya,
teori ini mempunyai suatu tradisi lama yang sudah dimulai pada waktu filsafat
Yunani kuno.
Keutamaan
bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah diperoleh
seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara moral.
Kebijaksanaan, misalnya, merupakan suatu keutamaan yang membuat seseorang
mengambil keputusan tepat dalam setiap situasi. Keadilan adalah keutamaan lain
yang membuat seseorang selalu memberikan kepada sesama apa yang menjadi haknya.
Kerendahan hati adalah keutamaan yang membuat seseorang tidak menonjolkan diri,
sekalipun situasi mengizinkan. Suka bekerja keras adalah keutamaan yang membuat
seseorang mengatasi kecenderungan spontan untuk bermalas-malasan. Ada banyak
keutamaan semacam ini. Seseorang adalah orang yang baik jika memiliki
keutamaan. Hidup yang baik adalah hidup menurut keutamaan (virtuous life).
Menurut
pemikir Yunani (Aristoteles), hidup etis hanya mungkin dalam polis. Manusia
adalah “makhluk politik”, dalam arti tidak bisa dilepaskan dari polis atau
komunitasnya. Dalam etika bisnis, teori keutamaan belum banyak dimanfaatkan.
Solomon membedakan keutamaan untuk pelaku bisnis individual dan keutamaan pada
taraf perusahaan. Di samping itu ia berbicara lagi tentang keadilan sebagai
keutamaan paling mendasar di bidang bisnis. Diantara keutamaan yang harus
menandai pebisnis perorangan bisa disebut : kejujuran, fairness, kepercayaan
dan keuletan. Keempat keutamaan ini berkaitan erat satu sama lain dan
kadang-kadang malah ada tumpang tindih di antaranya. Kejujuran secara umum
diakui sebagai keutamaan pertama dan paling penting yang harus dimiliki pelaku
bisnis. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Jika mitra bisnis
ingin bertanya, pebisnis yang jujur selalu bersedia memberi keterangan. Tetapi
suasana keterbukaan itu tidak berarti si pebisnis harus membuka segala
kartunya. Sambil berbisnis, sering kita terlibat dalam negosiasi kadang-kadang
malah negosiasi yang cukup keras dan posisi sesungguhnya atau titik tolak kita
tidak perlu ditelanjangi bagi mitra bisnis. Garis perbatasan antara kejujuran
dan ketidakjujuran tidak selalu bisa ditarik dengan tajam.
Ketiga
keutamaan lain bisa dibicarakan dengan lebih singkat. Keutamaan kedua adalah
fairness. Fairness adalah kesediaan untuk memberikan apa yang wajar kepada
semua orang dan dengan “wajar” dimaksudkan apa yang bisa disetujui oleh semua
pihak yang terlibat dalam suatu transaksi. Insider trading adalah contoh
mengenai cara berbisnis yang tidak fair. Dengan insider trading dimaksudkan
menjual atau membeli saham berdasarkan informasi “dari dalam” yang tidak
tersedia bagi umum. Bursa efek sebagai institusi justru mengandaikan semua
orang yang bergiat disini mempunyai pengetahuan yang sama tentang keadaan
perusahaan yang mereka jualbelikan sahamnya. Orang yang bergerak atas dasar
informasi dari sumber tidak umum (jadi rahasia) tidak berlaku fair.
Kepercayaan
(trust) juga merupakan keutamaan yang penting dalan konteks bisnis. Kepercayaan
harus ditempatkan dalam relasi timbal balik. Ada beberapa cara untuk
mengamankan kepercayaan. Salah satu cara adalah memberi garansi atau jaminan.
Cara-cara itu bisa menunjang kepercayaan antara pebisnis, tetapi hal itu hanya
ada gunanya bila akhirnya kepercayaan melekat pada si pebisnis itu sendiri.
6. Teori Etika Teonom
Sebagaimana
dianut oleh semua penganut agama di dunia bahwa ada tujuan akhir yang ingin dicapai
umat manusia selain tujuan yang bersifat duniawi, yaitu untuk memperoleh
kebahagiaan surgawi. Teori etika teonom dilandasi oleh filsafat risten, yang
mengatakan bahwa karakter moral manusia ditentukan secara hakiki oleh
kesesuaian hubungannya dengan kehendak Allah. Perilaku manusia secara moral
dianggap baik jika sepadan dengan kehendak Allah, dan perilaku manusia dianggap
tidak baik bila tidak mengikuti aturan/perintah Allah sebagaimana dituangkan
dalam kitab suci.
Sebagaimana
teori etika yang memperkenalkan konsep kewajiban tak bersyarat diperlukan untuk
mencapai tujuan tertinggi yang bersifat mutlak. Kelemahan teori etika Kant
teletak pada pengabaian adanya tujuan mutlak, tujuan tertinggi yang harus
dicapai umat manusia, walaupun ia memperkenalkan etika kewajiban mutlak.
Moralitas dikatakan bersifat mutlak hanya bila moralitas itu dikatakan dengan
tujuan tertinggi umat manusia. Segala sesuatu yang bersifat mutlak tidak dapat
diperdebatkan dengan pendekatan rasional karena semua yang bersifat mutlak melampaui
tingkat kecerdasan rasional yang dimiliki manusia.
ETIKA ABAD KE-20
Arti
Kata “Baik” Menurut George Edward Moore
Tatanan
Nilai Max Scheller
Etika
Situasi Joseph Fletcher
Pangdangan
Penuh Kasih Iris Murdoch
Pengelolaan
Kelakuan Byrrhus Frederic Skinner
Prinsip
Tanggung Jawab Hans Jonas
Kegagalan
Etika Pencerahan Alasdair Maclntyre
TEORI ETIKA DAN PARADIGMA HAKIKAT MANUSIA
Tampaknya
sampai saat ini telah muncul beragam paham atau teori etika, dimana
masing-masing teori mempunyai pendukung dan penentang yang cukup berpengaruh.
Munculnya
beragam teori etika karena adanya perbedaan paradigma, pola pikir atau
pemahaman tentang hakikat hidup sebagai manusia.
Hampir
semua teori etika yang ada didasarkan atas paradigma tidak utuh tentang hakikat
manusia.
Semua
teori yang seolah-olah saling bertentangan tersebut sebenarnya tidaklah
bertentangan.
Teori-teori
yang tampak bagikan potongan-potongan terpisah ini dapat dipadukan menjadi satu
teori tunggal berdasarkan paradigm hakikat manusia secara utuh.
Inti
dari etika manusia utuh adalah keseimbangan pada :
Kepentingan
pribadi, kepentingan masyarakat dan kepentingan Tuhan.
Keseimbangan
moral materi (PQ dan IQ), modal sosial (EQ) dan modal spiritual (SQ).
Kebahagiaan
lahir (duniawi), kesejahteraan masyarakat dan kebahgiaan batin surgawi.
Keseimbangan
antara hak (individu) dengan kewajiban kepada masyarakat dan Tuhan.
TANTANGAN
KE DEPAN ETIKA SEBAGAI ILMU
Ilmu
etika ke depan hendaknya didasarkan atas paradigma manusia utuh, yaitu suatu
pola pikir yang mengutamakan integrasi dan keseimbangan pada :
Pertumbuhan
PQ, IQ, EQ dan SQ.
Kepentingan
individu, kepentingan masyarakat dan kepentingan Tuhan.
Keseimbangan
tujuan lahiriah (duniawi) dengan tujuan rohaniah (spiritual).
Hakikat
utuh manusia adalah keseimbangan yang bisa diringkas sebagai berikut :
Keseimbangan
antara hak (teori hak) dan kewajiban (teori deontologi).
Keseimbangan
tujuan duniawi (teori teologi) dan rohani (teori teonom).
Kesiembangan
antara kepentingan individu (teori egoisme) dan kepentingan masyarakat (teori
utilitarianisme).
Gabungan
ketiga butir di atas akan menentukan karakter seseorang (teori keutamaan).
Hidup
adalah suatu proses evolusi kesadaran.
FUNGSI ETIKA
1. Sarana untuk memperoleh orientasi kritis
berhadapan dengan berbagai moralitas yang membingungkan.
2. Etika ingin menampilkan keterampilan
intelektual yaitu keterampilan untuk berargumentasi secara rasional dan kritis.
3. Orientasi etis ini diperlukan dalam
mengambil sikap yang wajar dalam suasana pluralisme.
Jenis-jenis
etika
Beberapa
pandangan terhadap etika:
Etika
dapat dityinjau dari beberapa pandangan. Dalams ejarah lazimnya pandangan ini
dilihat dari segi filosofis yang melahirkan etika filosofis, ditinjau dari segi
teologis yang melahirkan etika teologis, dan ditinjau dari pandangan sosiologis
yang melahirkan etika sosiologis.
a)
Etika filosofis
Etika
filosofis adalah etika yang dipandang dari sudut filsafat. Kata filosofis
sendiri berasal dari kata “philosophis” yang asalnya dari bahasa Yunani yakni:
“philos” yang berarti cinta, dan “sophia” yang berarti kebenaran atau
kebijaksanaan. Etika filosofis adalah etika yang menguraikan pokok-pokok etika
atau moral menurut pandangan filsafat. Dalam filsafat yang diuraikan terbatas
pada baik-buruk, masalah hak-kewajiban, maslah nilai-nilai moral secara
mendasar. Disini ditinjau hubungan antara moral dan kemanusiaan secraa mendalam
dengan menggunakan rasio sebagai dasar untuk menganalisa.
b)
Etika teologis
Etika
teologis adalah etika yang mengajarkan hal-hal yang baik dan buruk berdasarkan
ajaran-ajaran agama. Etika ini memandang semua perbuatan moral sebagai:
Perbuatan-perbuatan
yang mewujudkan kehendak Tuhan ataub sesuai dengan kehendak Tuhan.
Perbuatan-perbuatan
sbegai perwujudan cinta kasih kepada Tuhan
Perbuatan-perbuatan
sebagai penyerahan diri kepada Tuhan.
Orang
beragama mempunyai keyakinan bahwa tidak mungkin moral itu dibangun tanpa agama
atau tanpa menjalankan ajaran-ajaran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Sumber
pengetahuan dan kebenaran etika ini adalah kitab suci.
c)
Etika sosiologis
Etika
sosiologis berbeda dengan dua etika sebelumnya. Etika ini menitik beratkan pada
keselamatan ataupun kesejahteraan hidup bermasyarakat. Etika sosiologis
memandang etika sebagai alat mencapai keamanan, keselamatan, dan kesejahteraan
hidup bermasyarakat. Jadi etika sosiologis lebih menyibukkan diri dengan
pembicaraan tentang bagaimana seharusnya seseorang menjalankan hidupnya dalam
hubungannya dengan masyarakat.
d)
Etika Diskriptif dan Etika Normatif
Dalam
kaitan dengan nilai dan norma yang digumuli dalam etika ditemukan dua macam
etika, yaitu :
1.
Etika Diskriptif
Etika
ini berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan perilaku manusia
dan apa yang dikejar oleh manusia dalam kehidupan sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika ini berbicara tentang kenyataan sebagaimana adanya tentang
nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakjta yang terkait dengan
situasi dan realitas konkrit. Dengan demikian etika ini berbicara tentang
realitas penghayatan nilau, namun tidak menilai. Etika ini hanya memaparkab, karenyanya
dikatakan bersifat diskriptif. etika-dan-moral
2.
Etika Normatif
Etika
ini berusaha untuk menetapkan sikap dan pola perilaku yang ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia dalam bertindak. Jadi etika ini berbicara
tentang norma-norma yang menuntun perilaku manusia serta memberi penilaian dan
hiambauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya Dengan.
Demikian etika normatif memberikan petunjuk secara jelas bagaimana manusia
harus hidup secara baik dan menghindari diri dari yang jelek.
Dalam
pergaulan sehari-hari kita menemukan berbagai etika normative yang menjadi
pedoman bagi manusia untuk bertindak. Norma-norma tersebut sekaligus menjadi
dasar penilaian bagi manusia baik atau buruk, salah atau benar. Secara umum
norma-norma tersebut dikelompokkan menjadi dua yaitu:
a)
Norma khusus
Norma
khusus adalah norma yang mengatur tingkah laku dan tindakan manusia dalam
kelompok/bidang tertentu. Seperti etika medis, etika kedokteran, etika
lingkungan, eyika wahyu, aturan main catur, aturan main bola, dll. Di mana
aturan tersebut hanya berlaku untuk bidang khusus dan tidak bisa mengatur semua
bidang. Misal: aturan main catur hanya bisa dipakai untuk permainan catur dan
tidak bisa dipakai untuk mengatur permainan bola.
b)
Norma Umum
Norma
umum justru sebaliknya karena norma umum bersifat universal, yang artinya berlaku
luas tanpa membedakan kondisi atau situasi, kelompok orang tertentu. Secara
umum norma umum dibagi menjadi tiga (3) bagian, yaitu :
Norma
sopan santun; norma ini menyangkut aturan pola tingkah laku dan sikap lahiriah
seperti tata cara berpakaian, cara bertamu, cara duduk, dll. Norma ini lebih
berkaitan dengan tata cara lahiriah dalam pergaulan sehari-hari, amak
penilaiannnya kurang mendalam karena hanya dilihat sekedar yang lahiriah.
Norma
hukum; norma ini sangat tegas dituntut oleh masyarakat. Alasan ketegasan
tuntutan ini karena demi kepentingan bersama. Dengan adanya berbagai macam
peraturan, masyarakat mengharapkan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan
bersama. Keberlakuan norma hukum dibandingkan dengan norma sopan santun lebih
tegasdan lebih pasti karena disertai dengan jaminan, yakni hukuman terhadap
orang yang melanggar norma ini. Norma hukum ini juga kurang berbobot karena
hanya memberikan penilaian secara lahiriah saja, sehingga tidak mutlak
menentukan moralitas seseorang.
Norma
moral;norma ini mengenai sikap dan perilaku manusia sebagai manusia. Norma
moral menjadi tolok ukur untuk menilai tindakan seseorang itu baik atau buruk,
oleh karena ini bobot norma moral lebih tinggi dari norma sebelumnya. Norma ini
tidak menilai manusia dari satus segi saja, melainkan dari segi manusia sebagai
manusia. Dengan kata lain norma moral melihat manusia secara menyeluruh, dari
seluruh kepribadiannya. Di sini terlihat secara jelas, penilannya lebih
mendasar karena menekankan sikap manusia dalam menghadapi tugasnya, menghargai
kehidupan manusia, dan menampilkan dirinya sebgai manusia dalam profesi yang
diembannya. Norma moral ini memiliki kekhusunan yaitu :
1.
Norma moral merupakan norma yang paling dasariah, karena langsung mengenai inti
pribadi kita sebagai manusia.
2.
Norma moral menegaskan kewajiban dasariah manusia dalam bentuk perintah atau
larangan.
3.
Norma moral merupakan norma yang berlaku umum
4.
Norma moral mengarahkan perilaku manusia pada kesuburan dan kepenuhan hidupnya
sebgai manusia.
d)
Etika Deontologis
Istilah
deontologis berasal dari kata Yunani yang berati kewajiban, etika ini
menetapkan kewajiban manusia untuk bertindak secara baik. Argumentasi dasar
yang dipakai adalah bahwa suatu tindakan itu baik bukan dinilai dan dibenarkan
berdasarkan akibat atau tujuan baik dari suatu tindakan, melainkan berdasarkan
tindakan itu sendiri baik pada dirinya sendiri.
Dari
argumen di atas jelas bahwa etika ini menekankan motivasi, kemauan baik, dan
watak yang kuat dari pelaku, lepas dari akibat yang ditimbulkan dari pelaku.
Menanggapi hal ini Immanuel kant menegaskan dua hal:
Tidak
ada hal di dinia yang bisa dianggap baik tanpa kualifikasi kecuali kemauan
baik. Kepintaran, kearifan dan bakat lainnya bisa merugikn kalau tanpa didasari
oleh kemauan baik. Oleh karena itu Kant mengakui bahwa kemauan ini merupakan
syarat mutlak untuk memperoleh kebahagiaan.
Dengan
menekankan kemauan yang baik tindakan yang baik adalah tindakan yang tidak saja
sesuai dengan kewajiban, melainkan tindakan yang dijalankannya demi kewajiban.
Sejalan dengan itu semua tindakan yang bertentangan dengan kewajiban sebagai
tindakan yang baik bahkan walaupun tindakan itu dalam arti tertentu berguna,
harus ditolak.
Namun,
selain ada dua hal yang menegaskan etika tersebut, namun kita juga tidak bisa
menutup mata pada dua keberatan yang ada yaitu:
Bagaimana
bila seseorang dihadapkan pada dua perintah atau kewajiban moral dalam situasi
yang sama, akan tetapi keduanya tidak bisa dilaksankan sekaligus, bahkan
keduanya saling meniadakan.
Sesungguhnya
etika seontologist tidak bisa mengelakkan pentingnya akibat dari suatu tindakan
untuk menentukan apakah tindakan itu baik atau buruk.
c)
Etika Teleologis
Teleologis
berasal dari bahasa Yunani, yakni “telos” yang berati tujuan. Etika teleologis
menjadikan tujuan menjadi ukuran untuk baik buruknya suatu tindakan. Dengan
kata lain, suatu tindakan dinilai baik kalau bertujuan untuk mencapai sesuatu
yang baik atau kalau akibat yang ditimbulkan baik.
Sanksi
Pelanggaran Etika:
Sanksi
Sosial : Sanksi ini diberikan oleh masyarakat sendiri, tanpa melibatkan pihak
berwenang. Pelanggaran yang terkena sanksi sosial biasanya merupakan kejahatan
kecil, ataupun pelanggaran yang dapat dimaafkan. Dengan demikian hukuman yang
diterima akan ditentukan leh masyarakat, misalnya membayar ganti rugi dsb,
pedoman yang digunakan adalah etika setempat berdasarkan keputusan bersama.
Sanksi
Hukum : Sanksi ini diberikan oleh pihak berwengan, dalam hal ini pihak
kepolisian dan hakim. Pelanggaran yang dilakukan tergolong pelanggaran berat
dan harus diganjar dengan hukuman pidana ataupun perdata. Pedomannya suatu
KUHP.
Sumber:
http://forumkuliah.wordpress.com/2009/02/05/pelanggaran-etika-sanksi/
http://coffeestreet99.wordpress.com/jenis-jenis-etika/
http://sendyego.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-fungsi-etika.html
http://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/12/10/teori-teori-etika/
Sumber:
http://forumkuliah.wordpress.com/2009/02/05/pelanggaran-etika-sanksi/
http://coffeestreet99.wordpress.com/jenis-jenis-etika/
http://sendyego.blogspot.com/2012/10/pengertian-dan-fungsi-etika.html
http://khoyunitapublish.wordpress.com/2013/12/10/teori-teori-etika/